“Menghitung hari, detik demi detik…” Begitulah kata Krisdayanti dalam salah satu lagunya.
Tak terasa, tahun 2013 telah berakhir. Rasa-rasanyanya baru saja kemarin isu santer tentang kiamat di akhir 2012 kita hadapi.
Segalanya mulai dipersiapkan dalam menyambut tahun yang baru. Tak hanya resolusi baru, tapi mempersiapkan calon pemimpin untuk 5 tahun ke depan. Pasti agak malas kalau berbicara politik. Dan ku pun tak memungkirinya, tapi aku di sini belajar untuk tak apatis. Tak apatis dengan apa yang terjadi di dunia politik Indonesia. Wong negaraku dewek.
Di saat yang lain mempersiapkan berbagai hal dalam berbagai aspek, tak hanya soal politik, ada beberapa pihak yang masih galau. Galau, bimbang dan sejenisnya. Benar! Partai-partai terpilih untuk Pemilu 2014, misalnya. Mereka nampak masih bimbang dalam menentukan calon yang diharapkan bisa meningkatkan elektabilitas partai di mata masyarakat. Tak perlu disebutkan partainya. Tapi yang pasti Golkar sedang mengalami masalah ini. Eh, maaf kelepasan.
Indonesia tengah mengalami krisis kepemimpinan. Itulah spekulasi yang muncul akibat fenomena sejumlaha partai yang tak kunjung menentukan pilihan calon yang akan diusungnya. Lebih jelas lagi, persoalan di negara kita ini terletak pada “krisis kepemimpinan”. Sudah jarang sekali ditemukan pemimpin yang memang benar-benar idealis.
Hampir bisa dipastikan setiap orang-orang yang menduduki jabatan di parlemen tidak berangkat atas asumsinya pribadi bahwa untuk memperjuangkan rakyat. Tapi sudah terkontaminasi dengan kepentingan-kepentingan pihak lain. Dalam artian terciptanya suasana saling menguntungkan. Akibatnya banyak pihak yang dirugikan seperti kalangan masyarakat kelas bawah, karena berangkat untuk kepentingan pribadi yang mesti tidak sama antara kepentingan pribadi dengan kepentingan umum. Kemiskinan dan pengangguran yang membludak adalah akibat dari konspirasi dari kepentingan pihak elit.
Menjadi presiden berarti menjadi orang nomor satu di suatu negara. Menjadi Presiden Republik Indonesia berarti siap menjadi orang nomor satu untuk menghadapi berbagai persoalan yang dihadapi rakyat Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa siapa saja yang menjadi presiden, berarti siap berjumpa dengan berbagai masalah di negaranya. Presiden harus bisa mendengarkan suara rakyat. Jika dia mendengarkan berarti dia telah mendengar apa yang Tuhan suarakan untuknya. Namun, bukan hanya berhenti pada saat mendengarkan, tetapi melaksanakan apa yang disuarakan berarti menanggapi suara Tuhan dengan sepenuh hati. Namun, bagaimana menjadi orang nomor satu yang diidamkan rakyat Indonesia?
Sosok Pembunuh Korupsi
Korupsi. Lagi-lagi korupsi yang menjadi pembahasan. Terdapat peningkatan penanganan kasus korupsi yang ditangani KPK tahun 2013. Dikutip dari media online Detik, Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto mengatakan peningkatannya cukup signifikan.
“Terdapat peningkatan rasio jumlah penanganan kasus. Tahun ini ada 70 perkara, tahun lalu 49 perkara,” tuturnya kepada wartawan di Gedung KPK, Jl HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (30/12/2013).
Dijumlah dengan kasus yang tersisa tahun sebelumnya, maka saat ini ada 76 kasus yang sedang dalam tahap penyidikan, 108 penyelidikan, dan 66 penuntutan. Sedangkan kasus yang telah diselesaikan dan berkekuatan hukum tetap ada 40 perkara. Sepanjang tahun 2013 juga KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT). “Tahun lalu sekitar 10 OTT,” tambahnnya.
Selain itu, ada juga penangkapan mereka yang masuk daftar pencarian orang. “Misalnya Darmono Kelawi, Tabrani Ismail dan tiga mantan pejabat Telkom Makassar,” ucapBambang.
Memang, tak ada bosan-bosannya media massa di Indonesia membahas hal ini. Tak bisa kita batah lagi, korupsi kini menjadi public enemy di Indonesia. Telah menggerogoti bangsa dan negeri ini dari berbagai sudut, mulai dari lembaga eksekutif, legislatif bahkan sampai yudikatif hingga korupsi sepertinya sudah menjadi hal yang lumrah di Indonesia. Sudah tak terhitung jumlah kasus yang sering diberitakan media masa. Dari mulai kasus proyek olahraga, alokasi dana pendidikan, bahkan sampai dana untuk pembuatan kitab suci Al-Qur’an dijadikan sarana untuk berkorupsi.
Membunuh korupsi. Itu adalah tantangan utama bagi siapa saja yang akan menjadi RI 1 di 2014 nanti. Tak ada negara adil dan makmur yang korupsi di dalamnya sudah menjadi-jadi. Sangat dibutuhkan awareness dari semua pihak, khususnya pemimpin-pemimpin di negeri ini, untuk memberantasnya. Tak bersatu? Bersiaplah untuk dibunuh balik oleh raksasa yang bernama Korupsi.
Saya rasa, hal yang pertama harus dikerjakan pemimpin negeri ini di 2014 nanti adalah memperbaiki hukum. Jelas, ada kaitannya pula dengan korupsi. Hukum di Indonesia sering dianggap tak adil. Baik dalam penjatuhan vonis pengadilan dan pelayanan penjara yang berdasarkan status sosial. Ini bukan hanya pandangan pribadi semata, sudah banyak terdengar keluh kesah rakyat tentang keadilan di Indonesia. Keadilan di negeri ini bak harta karun yang tertimbun di dalam tanah kering bernama ketidakadilan.
Kembali ke permasalahan korupsi secara umum. Pencuri tetaplah pencuri. Koruptor adalah pencuri dalam arti lain. Lalu mengapa hukum kita tajam ke bawah dan tumpul ke atas? Apa ada yang salah dengan hukum di negeri kita? Apa ada yang salah dengan sumber hukum kita (UUD 1945)? Atau bahkan Pancasila? Semoga saja tidak dan tak membuat kita tercerai-berai. Bersiaplah kepada calon pemimpin negeri ini, pekerjaan rumahmu bakal menumpuk.
Ingat, jangan terlalu banyak menghitung hari. Biarkan menjadi tugas Kridayanti saja yang menghitung hari mah.
Menghitung hari
Detik demi detik
Masa kunanti apa kan ada
Jalan cerita kisah yang panjang
Menghitung hari…