Featured imageSore menjelang malam itu kuselimuti sekujur tubuh. Di tengah kondisi dingin yang memeluk tersebut, bahkan hingga saat tulisan ini kutulis, aku sedang jatuh cinta dengan lagu-lagu garapan The Mostar Diving Club, salah satunya lagu yang berjudul Worlds Collided.

Alunan violin dan piano makin menambah nyaman untuk didengar. Eargasm menghampiriku. Begitulah kata anak zaman sekarang untuk menggambarkan keadaan saat mereka mengalami sensasi yang sangat berlebihan ketika mendengarkan musik.

Di akhir lagu, aku petik lirik yang kurasa tak berbeda dengan keadaan hati. Begini bunyinya: ”And I would wait for you. And I’d wait forever too. You’re in, you’re in my heart. It’s true…”

Dingin semakin kurang ajar. Ia tak hanya memeluk, melainkan mendekap dengan erat. Sebenarnya, bertemu denganmu, Fathiya, bisa saja dinginku terobati. Aku saat itu menunggumu. Kamu punya janji di malam itu denganku, yang tentunya sudah aku nanti-nanti sedari pagi.

Namun, yang diharap setelah aku kedinginan, tak kunjung dipenuhi. Padahal kala aku dihantam ribuan tetes hujan, aku selalu membayangkan obat dinginku ada saat aku bertemu denganmu di malam harinya.

Sayangnya, kamu lupa. Belum lagi dengan kekesalanmu padaku, yang mungkin menambah lupa. Kekesalanmu padaku semakin membuat dingin, dingin, dan dingin…

Aku tak berdiam diri untuk mengobati rasa dingin dan kecewa. Aku masih punya banyak cara dan teman untuk bisa diajak menghangatkan diri.

Pasca adzan Isya, dan memenuhi kewajiban sebagai pemeluk, pergilah aku bersama teman-temanku ke suatu tempat hangat yang jauh dari asap polusi kendaraan. Mom Milik, itulah nama cafe tersebut.

Mom Milikjuga menawarkan keindahan tata lampu, cahaya dan tata ruang yang didesain seperti di rumah. Aku berkata dalam hati, “I feel like at home!“.

Aku masih ingat, kala itu, aku memesan segelas susu rasa pisang dan seporsi makanan barat, macaroni schotel. Beda dengan teman-temanku, mereka ada yang pesan susu rasa coklat, rasa taro, dan meskipun suhu Semarang sedang dingin, salah satu hingga dua temanku malah ada yang memesan susu yang menggunakan es.

Kami saling berbagi cerita, dari permasalahan kuliah, tugas hingga cinta. Tak lupa pula canda dan tawa, menu lain yang tak terlihat wujudnya, kami hidangkan.

Aku yang tadinya heran dengan temanku yang memesan susu yang dicampur dengan es di tengah kondisi suhu kota yang sedang dingin, kini mulai bisa terima. Ternyata kehangatan tak hanya soal panas atau dinginnya makanan atau minuman yang kami pesan, tapi juga hal-hal di luar itu bisa membuat kami hangat.

Kami duduk di ruang tengah, di mana meja yang kami tempati memungkinkan kami untuk merasa sedang di salah satu ruangan di rumah sendiri. Berkumpul dan saling berbagi kehangatan.

Aku sungguh sangat menikmati obat kedinginanku yang ternyata malam itu teradapat di Mom Milk.

Aku sendiri, sejauh ini, bukan orang yang betah lama-lama di suatu kota. Tasikmalaya, Jakarta, Tangerang pernah kusambangi dan kini, aku di Semarang untuk menyelesaikan pendidikanku. Seandainya di setiap kota, di Indonesia, berdiri sebuah café sehat bernama Mom Milk, aku pasti akan selalu mengobati dingin, jika menghinggapi, di sana.

Dan jika setiap orang bertanya, “Dingin?” atau berkata, “Dingin…”, aku pasti dengan tegas menjawab, “Let’s go to Mom Milk then, buddies!”.

Pin It on Pinterest

Share This