Sudah menjadi pertanyaan umum, mengapa hukum kita tajam ke bawah dan tumpul ke atas? Apa ada yang salah dengan hukum di negeri kita? Apa ada yang salah dengan sumber hukum kita (UUD 1945)? Atau bahkan ada yang salah dengan Pancasila?

Ilustrasi

Ilustrasi

Hukum di Indonesia yang berdasarkan pada UUD 1945 memang diakui kurang tegas dan kurang memberi efek jera terhadap pelakunya. Hukum di Indonesia sering dianggap tak adil, khususnya bagi kaum sosial menengah ke bawah. Baik dalam penjatuhan vonis pengadilan dan pelayanan penjara yang berdasarkan tingkat status sosial seseorang. Hal ini bukan hanya pandangan pribadi semata, sudah banyak terdengar keluh kesah rakyat tentang hukum dan keadilan di Indonesia. Keadilan di negeri ini bak harta karun yang tertimbun di dalam tanah kering yang bernama ketidakadilan.

Kita ambil kasus korupsi di Indonesia sebagai contoh. Kasus tersebut sudah merajalela dan menjadikan Indonesia menuju negara terkorup di dunia. Di Indonesia koruptor tertangkap, divonis hanya beberapa tahun, mendapat remisi, bebas dari penjara, kemudian bermain lagi di dunia tempat dia korupsi. Cerminan inilah yang membuat seseorang tak mempunyai rasa takut untuk melakukan kejahatan tersebut di negeri tercinta ini.

Harus ada tindakan tegas terhadap pelaku-pelaku korupsi. Hukuman mati memang terlalu extreme jika kita gunakan dalam hal ini, namun tak ada salahnya juga jika kasus tersebut tingkatnya sudah berlebihan dan merugikan banyak pihak. Agar memberikan efek jera dan menjadi contoh preventif bagi siapa saja yang berniat akan melakukan korupsi.

Hukum Islam di Indonesia

Kata syariah atau hukum Islam yang identik dengan hukum yang terkandung di dalam Islam karena merupakan tinjauan atau kesimpulan yang diperoleh dari al-Qur’an dan Hadits. Hukum Islam kita kenal tegas dan tak pandang siapa pelakunya. Jika seseorang terbukti dan dinyatakan bersalah, maka tak ada kata lain selain menghukumnya dengan tegas yang sesuai dengan syariah Islam.

Untuk menjadikan sistem hukum Islam menjadi sistem hukum di Indonesia cukup sulit, kareba sering berbenturan dengan banyak hal. Indonesia merupakan negara yang multikultural, terutama dalam hal agama. Setidaknya ada 6 agama yang diakui oleh pemerintah Indonesia, yaitu; Islam, Protestan, Katolik, Hindu Buddha dan Konghucu. Hal inilah yang membuat sulitnya menggantikan sistem hukum di Indonesia yang berdasarkan pada UUD 1945 dan bersumber dari Pancasila.

Namun, sangat bisa hukum Islam masuk dalam hukum Indonesia, karena sejalan dengan nilai dan norma yang berlaku di Indonesia dan hukum Islam juga selaras dengan nilai-nilai kebudayaan orang timur.

Banyak produk peraturan perundang-undangan yang memiliki muatan materi hukum Islam di Indonesia. Diantaranya tentang hukum perkawinan, pengelolaan zakat, wakaf, penyelenggaraan haji dan masih banyak lagi produk hukum yang mengandung materi hukum Islam di Indonesia.

Aceh dan Hukum Islamnya

Hukum Islam di Indonesia belum bisa ditegakkan secara menyeluruh, karena belum adanya dukungan yang penuh dari segenap lapisan masyarakat secara demokratis baik melalui pemilu atau referendum maupun amandemen terhadap UUD 1945 secara tegas dan konsisten.

Nanggoe Aceh Darrussalam adalah satu-satunya provinsi yang banyak menerapkan hukum Islam melalui Pengadilan Agama. Salah satu alasan mengapa Aceh sering kita sebut serambi Mekkah. Hukum Islam sangat berlaku namun bukan berarti juga hukum negara tak berlaku di sana.

Hal mengenai Aceh ini disebutkan sesuai pasal 15 ayat 2 Undang-Undang RI No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, yaitu: Peradilan Syariah Islam di Provinsi Nanggroe Aceh Darrussalam merupakan pengadilan khusus dalam lingkungan peradilan agama sepanjang kewenangannya menyangkut kewenangan peradilan agama, dan merupakan pengadilan khusus dalam lingkungan peradilan umum sepanjang kewenangannya menyangkut kewenangan peradilan umum.

Tetapi jika kita melihat pelaksanaan hukum islam di Aceh sekarang memang masih terlihat kurang efektif. Karena pelanggaran syariat di Aceh yang ditindak langsung oleh Mahkamah Syariah dinilai hanya untuk masyarakat biasa saja.

Pelanggaran berat semacam tindakan korupsi masih banyak gentayangan di Aceh. Penyebabnya adalah para penegak hukum ini juga masih terlihat pilih kasih atau bahkan takut ketika menangkap para koruptor apalagi sampai mengeksekusi di depan umum. Lagi-lagi yang menjadi sasaran mereka adalah masyarakat biasa. Tumpul ke atas dan tajam ke bawah (lagi).

Transformasi?

Negara Indonesia adalah negara yang menganut paham kedaulatan rakyat. Dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Hal tersebut sejalan dengan pandangan Rousseau yang menyatakan bahwa tujuan negara adalah untuk menegakkan hukum dan menjamin kebebasan dan para warga negaranya. Kebebasan tersebut diatur dengan peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh rakyat di negara tersebut.

Berdasarkan hal tersebut, maka Undang-undang di suatu negara harus dibentuk berdasarkan kehendak umum dimana seluruh rakyat ikut berpartisipasi dalam pembentukan peraturan perundang-undangan tersebut. Di Indonesia, kedaulatan rakyat tersebut diwujudkan melalui sebuah lembaga tertinggi negara yang dikenal dengan sebutan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Transformasi hukum islam dalam sistem hukum nasional bukanlah sebuah hal yang mudah. Dibutuhkan dukungan dan partisipasi seluruh pihak dan lembaga-lembaga yang terkait. Politik hukum merupakan sebuah produk hasil interaksi para elit politik yang berbasis kepada berbagai kelompok sosial budaya dalam masyarakat. Dalam proses interaksi politik tersebut, elit politik yang memiliki daya tawar yang kuat akan mendominasi, sehingga kepentingan yang diusungnya memiliki peluang yang lebih besar untuk dapat ditransformasikan.

Hukum Islam di Indonesia, sesungguhnya adalah hukum yang hidup, berkembang, dikenal dan sebagiannya ditaati oleh umat Islam di negara ini. Di negara kita, bukan saja hukum Islam yang dijadikan sebagai sumber hukum, tetapi juga hukum adat, hukum eks kolonial Belanda yang sejalan dengan asas keadilan dan sudah diterima masyarakat, tetapi kita juga menjadikan berbagai konvensi internasional sebagai sumber dalam merumuskan kaidah hukum positif kita. Ketika hukum poistif itu telah disahkan, maka yang berlaku itu adalah hukum nasional kita, tanpa menyebut lagi sumber hukumnya.

Penerapan hukum Islam secara keseluruhan di Indonesia harus ditinjau terlebih dahulu. Jangan sampai penerapan hukum agama apapun di Indonesia malah membuat negara kita rentan akan konflik yang mengatasnamakan agama. Menggunakan hukum negara saja terdapat konflik agama, apalagi jika hukum agama yang menjadi sistem di negara ini?

Hal yang paling penting adalah saling menghargai dan menghormati keyakinan masing-masing. Dalam peribahasa sunda terdapat kalimat; silih asah, silih asih, silih asuh. Akhirnya hanya kepada Tuhan juga, kita mengembalikan segala persoalan ini.

Pin It on Pinterest

Share This